Pandemi Global Covid-19 dalam Perspektif Kesehatan


Pandemi Global Covid-19 dalam Perspektif Kesehatan
Oleh: Fadly Ryan Wicaksana

Ada yang murah tapi bukan sadah apalagi sampah
Ada yang mahal tapi bukan emas yang diimpikan sejak awal
Apakah itu? Kesehatan, yang bisa menjadi murah sekaligus mahal
Murah karena penjagaannya yang mudah
Mahal apabila tidak dijaga dan dikawal
Maka, jaga diri baik-baik dan doakan yang terbaik

Pada artikel yang saya buat kali ini terdapat informasi yang mudah dimengerti dan menghindari spekulasi. Dibuat dari berbagai referensi dan disusun berdasarkan hasil diskusi yang sekiranya masif ketika dibaca nanti. Membahas mengenai isu terkini yang sedang gempar saat ini yaitu tentang pandemi yang sedang mendunia. Berbagai pertanyaan di luar sana mengenai materi ini saya coba rangkum di dalamnya. Isi pemikiran intelektual kita jangan sampai kalah darinya, maka langsung saja silakan dipahami, dipelajari, serta meningkatkan literasi dengan membaca.
           
            Coronavirus Disease 19 atau Covid-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 (nama resmi dari novel coronavirus) dan menular via kontak dan droplet (air liur), ditetapkan sebagai airborne disease sejak 18 Maret 2020. Namanya SARS-CoV-2 karena secara molekuler mirip dengan SARS-CoV-1. Ukuran 140 nm diameternya, penting untuk mengetahui ukurannya untuk melihat optimal atau tidak masker yang kita pakai.
                Corona virus merupakan virus RNA yang ditemukan pertama kali pada tahun 1956 dari swab hidung seorang anak. Virus ini kemudian aktif bermutasi dan menyebabkan beberapa outbreak:
2002

Severe Acute Respiratory Distress Syndrome (SARS)
2012

Middle East Respiration Syndrome (MERS)
2020

Coronavirus Disease 19
(Covid-19)
-          8098 kasus
-          774 kematian

-          CFR : 9,5%
-          2400 kasus
-          851 kematian

-          CFR : 35,4%
-          Masih terus berubah

-          CFR terakhir : 4,4%

            Perkembangan Covid-19

            Perbedaan antara epidemi dan pandemi, yaitu epidemi merupakan sebuah penyakit baru yang mengenai populasi yang besar (sebelum tanggal 11 Maret 2020, Covid-19 ditetapkan sebagai epidemi), sedangkan pandemi merupakan sebuah penyakit yang mengenai hampir seluruh negara di dunia.
            Kasus per 23 Maret 2020
Global
Indonesia
-          292.142 confirmed
-          12.784 deaths
-          CFR : 4,4%

-          183 negara terjangkit
(jumlah negara yang diakui PBB: 193)
-          514 confirmed
-          48 deaths
-          CFR : 9,3%
(2x CFR global)
-          20 wilayah terjangkit

            Penyebaran Covid-19 hampir seluruh negara di dunia, bahkan menurut data WHO 183 negara yang terjangkit, berarti hanya ada 10 negara saja yang tidak terjangkit. Di Indonesia sendiri mortalitasnya paling tinggi, hampir menyentuh 10% yakni 9,3%. Saat ini kasus terkonfirmasi masih 514, masih banyak sekali kasus di lapangan yang belum ditemukan karena kasusnya baru sedikit dengan tingkat kematian yang cukup besar, dan juga tenaga medis dan dokter spesialis yang turut menjadi korban termasuk kasus kematian yang dilaporkan.
Gejala Covid-19:
Trias gejala
-          Demam (ketika suhu tubuh >38°C)
-          Gejala ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas): batuk/pilek/nyeri tenggorokan
-          Sesak (shorthness of breath)

Identifikasi siapa kita (statusnya)? Tidak cuma ODP dan PDP saja yang harus diketahui,
-          Tidak kontak/tidak melakukan perjalanan
-          Pelaku perjalanan dari negara terjangkit
-          Kontak erat risiko rendah
-          Kontak erat risiko tinggi
-          Orang Dalam Pemantauan (ODP)
-          Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
-          Pasien Terkonfirmasi Positif
            Walaupun tidak terdapat gejala atau poin pertama dari identifikasi ini, tetap lakukan social distancing dan home isolation. Ketika dalam posisi pelaku perjalanan dari negara terjangkit tapi tidak terdapat gejala apa-apa, tetap lakukan social distancing  dan home isolation. Kontak erat ini ketika kita pernah berkontak langsung dengan jarak di bawah 1 meter dan kurang lebih selama 30 menit, risiko rendah ketika pernah berkontak dengan ODP dan/atau PDP, risiko tinggi ketika pernah berkontak dengan pasien terkonfirmasi positif. Kapan kita menjadi self isolation? Ketika kita menjadi ODP, yaitu telah melakukan perjalanan dari negara terjangkit atau melakukan kontak risiko rendah maupun tinggi tapi timbul gejala demam atau gejala sistem pernapasan, harus self isolation dan jaga jarak dengan keluarga terdekat di rumah. Kemudian PDP, pelaku perjalanan dan kontak dengan gejala demam dan pernapasan (termasuk sesak), harus rontgent. Kalau tanpa pneumonia self isolation di rumah saja, tapi kalau sudah ada pneumonia harus diisolasi di rumah sakit. PDP banyak diisolasi di rumah sakit dan nantinya akan dites swab dengan PCR, ketika hasilnya positif akan diisolasi di rumah sakit hingga dinyatakan sembuh. Pasien dikatakan sembuh apabila gejala sudah tidak ada dan dua kali swab hasilnya negatif. Spektrumnya dari mulai asimptomatik (tidak ada gejala), kemudian flu ringan, pneumonia ringan atau berat, sepsis atau syok sepis, hingga meninggal dunia.

Bagaimana dengan pengobatan?
1.      Simptomatik (sesuai gejala)
-     Demam: antidemam
-     Batuk
2.      Supportif (sesuai kebutuhan)
-     Pemberian oksigen (bila sesak dan saturasi turun)
-     Cairan infus
3.      Definitif (sesuai penyebab)
-     Belum ada



Apa yang bisa kita lakukan? Lakukanlah dengan langkah-langkah pencegahan:
1.      1. Cuci tangan rutin dengan sabun / antiseptik!

2.      2. akukan #SocialDistancing, tetap #DiRumahAja !
Avoid
Use Caution
Safe to Do
Group Gatherings
Sleep Overs
Playdates
Concerts
Theatre Outings
Athletic Events
Crowded Retail Stories
Malls
Workouts in Gyms
Visitors in your House
Non-essential workers in your house
Mass Transit Systems
Visit a local Restaurant
Visit Grocery Store
Get Take Out
Pick up Medications
Play Tennis in a Park
Visiting the Library
Church Services
Traveling
Take a Walk
Go for a Hike
Yard Work
Play in your Yard
Clean out a Closet
Read a Good Book
Listen to Music
Cook a Meal
Family Game Night
Go for a Drive
Group Video Chats
Stream a favorite show
Check on a Friend
Check on Elderly Neighbor

3.      3. Jangan sentuh wajah bila belum cuci tangan!


4.      Perhatikan nutrisi agar sistem imun terjaga!
-          Vitamin A (minyak ikan, wortel, bayam, kangkung)
-          Vitamin B (tuna, hati ayam, dada ayam, sapi, pisang)
-          Vitamin C (jampu, kiwi, jeruk manis, lemon, cabai hijau)
-          Vitamin D (ikan sarden, susu sapi, kuning telur)
-          Vitamin E (margarin, minyak zaitun, kuaci)
-          Selenium (nasi, jeroan, daging, susu)
-          Seng (kepiting, tiram, keju)
-          Besi (daging sapi, hati ayam, kerang, tempe, tahu)
-          Tembaga (lobster, cokelat, kacang)
Notes: Makan makanan matang!

5.      Pantau informasi dari sumber yang terpercaya!
-          Kemenkes, WHO, CDC, NHS, Jurnal Kedokteran
Referensi:
WHO Coronavirus Disease (Covid-19) Situation Report 23 Maret 2020 •Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease (Covid-19), Kemekes RI, 2020 •Diagnosis dan Tatalaksana Covid-19, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2020 •Guidance for Coronavirus Disease (prevention, control, and management), National Health Comission of PRC, 2020 •Nutrition to Fight Coronavirus, Departemen Gizi FKUI-RSCM, 2020 •Self Isolation, Departemen Pulmonologi FKUI-RSUP Persahabatan, 2020 •Coronaviruses : genome structure, replication, and pathogenesis, Laboratory of Virology Wuhan University, 2020


QNA bersama Inria Astari Zahra, S.Ked (Dokter Muda FK Undip)
1.      Selain menerapkan pola hidup sehat dan bersih, apakah merokok juga menyebabkan dampak berkelanjutan terhadap wabah Corona ini?
Ø  Harus bicara tegas bahwa merokok itu jadi faktor risiko dan faktor pemberat pada banyak sekali penyakit, termasuk bila terkena infeksi virus ini. Virus ini akan menimbulkan peradangan paru, dan akan lebih hebat jika paru-parunya sudah rusak akibat merokok. Harusnya, imun kita membuat virus ini mati, tapi pada perokok kemungkinan akan sakit, atau jadi carrier (pembawa) dan bisa jadi menularkan ke orang-orang sekitar dan pola seperti ini jelas akan memperlama wabah. Karena harapan kita, wabah ini bisa selesai dengan sedikit mungkin orang terinfeksi, atau pun bila terinfeksi dai tidak sakit (sistem imun berhasil melawan) sehingga tidak lagi menularkan.

2.      Bagaimana pengaruh social distancing terhadap kesehatan mental pribadi manusia?
Ø  Mental dan emosi manusia diatur oleh otak kita di amygdala dan lobus pre-frontal yang diatur oleh beberapa hormon. Jelas dengan minimnya aktivitas di luar, hormon seperti adrenalin, endorfin, akan berkurang produksinya, sehingga manusisa cenderung "kurang bahagia”. Juga berpengaruh ke serotonin dan dopamine. Meski begitu, kita bisa siasati dengan menjaga agar hormon-hormon kita stabil meski #socialdistancing, dengan : tetap olahraga 30 menit sehari, melakukan hal-hal yang produktif, menelfon orang tersayang, melakukan hobi yang bisa dilakukan di rumah, dan lain-lain. Sehingga kita tetap berbahagia meski tidak berinteraksi langsung dengan orang-orang. Karena, social distancing ini sangat diperlukan dalam mencegah penularan semakin luas, jadi harus dilakukan meski mungkin kurang nyaman bagi sebagian orang.

3.      Sebagaimana kita tahu, bahwa virus corona ini bersifat self healing (sembuh sendiri kenapa angka presentase kematian di indonesia merupakan paling tinggi untuk saat ini? Apakah ada kesalahan penanganan atau keterlambatan dari Rumah Sakit?
Ø  Self healing atau sembuh sendiri dengan sistem imun, lalu kenapa CFRnya tinggi banget di Indonesia? Jadi ada dua penyebab terkait dengan hal ini, pertama, karena penemuan kasusnya yang sangat sedikit, 500 itu sedikit banget, kemungkinan bisa 10 kali lipatnya kasus yang sebenarnya di Indonesia, dan dengan adanya tes massal ini semoga hasilnya efektif menemukan kasus lebih banyak, dengan jumlah kematian yang cukup tinggi namun penemuan kasus yang dinilai cukup rendah.
Ø  Kedua, mengenai kesalahan penanganan dan keterlambatan, di dunia kesehatan itu selalu memakai prosedur yang sudah disepakati untuk setiap penyakit, untuk Covid-19 ini juga ada algoritmanya seperti yang sudah disampaikan dalam materi. Untuk keterlambatan, tidak bisa bicara banyak mengenai hal ini, karena variety dari rumah sakit berbeda-beda, fasilitas, akses rumah sakit, jumlah tenaga kesehatan, akan berpengaruh terhadap kecepatan dan kebenaran penanganan, pastinya setiap rumah sakit sudah mengupayakan untuk memenuhi segala aturan termasuk algoritma-algoritma dalam penanganan.
Ø  Selain daripada itu, terdapat banyak kasus parah hingga meninggal, dari asimptomatik, flu ringan, pneumonia, sepsis, hingga meninggal. Berarti banyak orang yang sampai tahap syok sepis sampai meninggal, ini artinya mereka ini orang-orang dengan risiko tinggi untuk terkena gejala yang berat, misalnya orang-orang tua, atau orang dengan imun yang rendah, atau orang-orang dengan penyakit yang berat seperti gagal jantung, gagal ginjal, diabetes melitus, bahkan hipertensi. Orang Indonesia yang terkena ini kebanyakan dari orang-orang berisiko besar, artinya banyak yang menularkan virus ini kepada orang seperti itu, itulah kenapa social distancing atau self isolation ini fungsinya agar orang-orang yang terlihat sehat namun sebenarnya membawa virus ini tidak menularkan kepada orang-orang yang imunnya rendah. Coba untuk mencurigai diri sendiri! Takutnya bukan tereinfeksinya, tapi penularannya terhadap orang-orang tua dan lain sebagainya yang memiliki kondisi imun yang rendah. Itulah kenapa di Italia terdapat kasus yang begitu besar kematiannya, karena anak-anaknya pada pulang kampung dan akhirnya menulari orang-orang tua yang berisiko tinggi, anak-anak tersebut biasa aja, sehat-sehat aja, tapi orang berisiko tinggi itu yang merasakan sakit hingga meninggal. Itulah yang harus menjadi perhatian kita, harus dicegah. Orang-orang dengan imun yang baik jangan sampai menularkan virus kepada orang dengan imun rendah.
Ø  Lalu, penanganan di rumah sakit juga menjadi sorotan, karena bisa jadi penanganan di rumah sakit belum begitu kuat karena fasilitas yang kurang. Masker ditimbun, tidak adanya pengadaan baju hazmat, ventilator juga habis, kasusnya banyak, ICUnya penuh. Apabila tidak diberi ventilator, potensi meninggal cukup tinggi. Makanya, ketika ada orang yang bilang kena virus tidak apa-apa nanti bisa sembuh sendiri, baik ketika sehat akan sehat, yang sakit? Nantinya akan memenuhi rumah sakit dan rumah sakit tidak akan bisa memenuhi semuanya, bisa jadi orang-orang yang butuh ventilator ini meninggal satu per satu karena tidak mendapatkannya.

4.      Bagaimana tindakan mahasiswa kesehatan yang wajar saat ditanya mengenai Pandemi Global ini? Apakah dengan menjadi relawan itu efektif?
Ø  Sebagai mahasiswa kesehatan itu harus menguasai informasi terkait pandemi ini, harus banyak belajar, buka-buka jurnal, garda terdepan untuk menjaga keilmuan, artinya membuat informasi-informasi yang keluar itu informasi yang valid, karena orang-orang akan tanya ke kita meskipun kita mahasiswa, kita juga punya tanggung jawab untuk memberikan edukasi. Ini juga selaras dengan kemdikbud yang membuat dan mengeluarkan surat edaran ke fakultas-fakultas di universitas di Indonesia untuk membolehkan mahasiswa tingkat akhir terutama Koas juga untuk menjadi relawan.
Ø  Menjadi relawan itu efektif tidak? Jadi, kerelawanan dalam Covid-19 ini bukan kerelawanan biasa, karena kerelawanan di sini tetap mengutamakan keselamatan diri dan orang lain, social distancing tetap diterapkan dalam kerelawnan, bahkan di rumah sakit, interaksi juga harus 1 meter, mau tidak mau kita sebagai kesehatan punya tanggung jawab terhadap hal ini, makanya di kemdikbud membuka relawan mahasiswa sebagai KIE yaitu Komunikasi Informasi dan Edukasi. Kita harus tahu kira-kira yang berkonsultasi itu ODP atau PDP atau apa, harus bisa menyarankan, mungkin bisa rontgent, mungkin menerangkan berapa lama self isolation, dan lain sebagainya. Itulah salah satu bentuk relawan, yaitu dengan menguasai informasi untuk edukasi, terutama kepada orang awam yang benar-benar belum mengerti. Atau membuat ADP (Alat Pelindung Diri) seperti masker dari nano silver. Jadi relawan itu menurut saya harus, tapi tetap melihat situasi dan kondisi, harus ada social distancing misalnya, dan harus menguasai terkait pandemi ini.

5.      Berapa lama corona bisa hidup? Baik di uang kertas, meja, logam, udara ataupun benda lainnya. Kenapa berkontak memegang pun tidak dianjurkan?
Ø  Bisa cek di lawancorona.id dengan sumber yang insyaallah valid.
Ø  Kenapa pegang tidak dianjurkan? Karena virus bisa menempel di tangan, kemudian bisa terhirup bila kita menyentuh wajah. Jadi, sebelum sentuh wajah pastikan tangan sudah dicuci dengan sabun hingga bersih.

6.      Bagaimana tanggapannya tentang berita oknum pemerintah yang membagikan masker dengan cara face to face? Apakah dengan cara itu akan mempercepat tersebarnya virus?
Ø  Kalau misalnya dalam pembagiannya tetap memperhatikan social distancing, itu masih diperbolehkan, artinya ada niatan baik dari pemerintah untuk membagikan masker untuk melindungi masyarakat terutama masker ini berguna bagi orang yang sakit atau orang yang berhadapan dengan orang yang sakit. Sedikit sedih ketika melihat orang-orang sehat yang menimbun masker. Bahkan di Italia pun orang sehat tidak pakai masker tidak masalah. Hanya saja dalam satu rumah, ketika ada orang sehat dan orang sakit, orang sehat yang ketemu orang sakit kalau bisa pakai masker agar terlindungi dari droplet, jadi masker sehari-hari itu berukuran 150 mikron, droplet kita rata-rata 5-100 mikron, lumayan bisa melindungi tapi tidak bisa melindungi dari virus corona yang ukurannya 0,1 mikron. Jadi, kemungkinan yang bisa melindungi itu masker n95, kenapa kemungkinan? Karena n95 sendiri ukurannya 0,3 mikron yang berarti pori-porinya masih lebih besar daripada virus tersebut. Tapi, kenapa bisa melindungi? Karena virus ini berat jenisnya ringan, tidak akan berjalan lurus tapi zig zag, dan kemungkinan akan tetap menempel pada n95. Namun, tetap orang sehat tidak perlu menggunakan masker, masker ini difokuskan kepada tenaga medis terlebih dahulu, tapi bisa jadi orang sehat juga membutuhkan ketika berkontak dengan orang sakit, atau orang sakit agar tidak menyebarkan virusnya. Niatnya baik untuk menyebarkan masker, tapi ketika sasarannya tidak tepat akan kurang efektif.

7.      Bagaimana memberitahukan dan memastikan keluarga serta masyarakat dari semua kalangan untuk menerapkan social distancing?
Ø  Untuk memberitahukan tidak begitu sulit, asalkan tahu prinsip dari social distancing apalagi home isolation dan self isolation yang lebih tinggi. Dari materi yang disampaikan di awal sekiranya dari teman-teman sudah bisa mengedukasi kenapa social distancing harus dilakukan, paling tidak jaga jarak 1 meter, jangan berkontak fisik makanya sekarang ada salam siku, kemudian membatasi untuk keluar rumah. Dengan sosialisasi atau campaign, apalagi sekarang ada sosial media, tapi memang harus disesuaikan bahasanya, bagaimana kondisi di daerah tertentu. Ketika kita mengedukasi mahasiswa pasti beda dengan pekerja informal, karena mahasiswa sudah ada kuliah online, pekerja formal bisa kerja di rumah, namun untuk pekerja informal yang butuh kerja harian demi penghidupan keluarganya misalkan, mungkin bisa lebih dimodifikasi. Misalkan, 1 keluarga ke pasar semua, mungkin bisa dihimbau besok biar 1 orang saja yang ke pasar. Lalu, orang-orang bisa tetap berjualan namun dengan menerapkan prinsip-prinsip social distancing. Teman-teman harus paham dulu terkait social distancing, jangan sampai salah kaprah mengenai hal ini.
Ø  Memberitahu itu mudah, tapi memastikan itu yang sulit. Perlunya edukasi terkait Covid-19 ini, tidak hanya yang di bidang kesehatan saja, yang penting paham dulu terkait social distancing, apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Pandangan dari orang-orang kadang-kadang menganggap social distancing itu menakutkan, makanya kita harus bisa menjelaskan terkait prinsip-prinsipnya agar bisa diterima dan diterapkan dengan mudah.

8.      Apakah benar 2019-nCoV ditransmisikan ke manusia melalui hewan?
Ø  Benar, jadi coronavirus ini merupakan zoonosis, yaitu virus yang penularannya berawal dari hewan. Kok bisa? Bisa dengan berbagai cara, karena kontak manusia dengan hewan yang begitu erat, atau memakan daging hewan tersebut ketika virusnya belum mati, bisa ada yang sudah mati lalu termakan bisa teraktivasi kembali. Sebenarnya penularan dari hewan ke manusia ini harusnya penularan yang tidak perlu, misal tidak memakan hewan mentah, tidak berinteraksi secara erat dengan hewan-hewan yang kemungkinan bisa menularkan. Sampai saat ini dari Covid-19 belum terkonfirmasi dari hewan jenis apa, tapi untuk SARS dan MERS sudah terkonfirmasi, untuk SARS itu ada kucing jenis tertentu yang ada di Cina, lalu MERS dari unta. Dan akhirnya ditransmisikan dari manusia ke manusia (person to person). Kemudian bedanya Covid-19 ini dengan flu burung itu, untuk flu burung penularan bersifat zoonosis, dari hewan (unggas) ke manusia tapi tidak manusia ke manusia.

9.      Seberapa besar virus corona dapat bermutasi menjadi strain yang berbeda?
Ø  Sangat besar kemungkinannya untuk bermutasi, karena virus corona ini adalah virus RNA. Jadi, secara garis besar virus dibagi menjadi dua, DNA dan RNA. Virus RNA memiliki satu strain, kemudian DNA memiliki dua strain. DNA ini lebih stabil karena dalam proses replikasinya ketika membuat DNA baru, virus terus bereplikasi dan proses memperbanyak diri, ketika si virus membuat DNA anak-anaknya akan ada namanya pengecekan protein yang mengecek susunan gen-gennya. Sedangkan untuk virus RNA ini sangat bisa salah di gen, ketika salah saja mengkopi susunan gennya bisa mengakibatkan mutasi, tinggal bagaimana jenis mutasinya, tidak heran kalau namanya SARS-CoV-2, bisa jadi itu merupakan mutasi dari SARS-CoV-1 karena 96% bentuk strukturnya sama. Dibandingkan dari virus DNA, virus RNA ini 60-80% lebih bisa banyak bermutasi. DNA lebih stabil, RNA sering bermutasi. Virus RNA yang sering bermutasi salah satu contohnya influenza, itulah kenapa tidak pernah dikasih vaksin influenza, mungkin kalaupun pernah setahun sekali harus diganti, karena virus flu ini sangat amat cepat bermutasi, mungkin lebih cepat dari coronavirus. Tapi kenapa kita biasa saja dengan flu? Karena syukurnya flu ini memberikan gejala yang ringan, tapi sama dengan coronavirus penyebarannya cepat. Coronavirus ini menjadi perhatian karena gejalanya berat. Sebenarnya mutasi coronavirus tidak hanya di 2002, 2012, dan 2020 pun bermutasi terus. Ada 4 jenis coronavirus yaitu alpha, beta, gama, delta, kualifikasinya sendiri, jenisnya banyak, virus yang kita bicarakan ini  SARS-MERS adalah  Coronavirus beta, Covic-19 juga, dan mutasinya banyak tidak hanya tiga ini sebenarnya  tapi yang membuat outbreak hanya tiga ini.

10.  Apakah benar jika sudah pulih dari virus ini paru-paru akan memiliki kinerja menurun? Lalu ada kemungkinan tidak virus ini berpindah dari orang yang sudah sembuh ke orang yang belum pernah terkena virus ini?
Ø  Kemarin dibahas juga dari PAPDI, itu akan menurunkan fungsi paru. Tapi tetap bisa berbeda-beda, ada yang penurunan fungsinya masif, ada yang penurunan sedikit, ada yang tetap baik-baik saja, karena mengenai hal ini kita bicara dua hal, struktur dan fungsi. Strukturnya akan ada tinggalan-tinggalan di paru. Berbicara mengenai fungsi, ada yang namanya spirometer untuk mengukur fungsi paru, dan ternyat beberapa kasus memang fungsi paru-paru menurun. Namun tetap ditekankan di sini setiap orang bisa berbeda-beda.
Ø  Orang yang positif terpapar corona dikatakan sembuh apabila sudah tidak ada gejala dan dua kali cek PCR hasilnya negatif kemudian boleh dipulangkan. Ketika kita berbicara tentang penularan, berarti kita bicara ada tidaknya virus di dalam tubuh, mukosa, atau droplet kita? Karena itu yang menjadi media penularan, makanya orang-orang yang diisolasi itu harus dicek dua kali dan harus terkonfirmasi negatif. Sehingga orang yang sudah sembuh ini tidak akan menularkan orang yang belum terkena virus. Tapi yang jadi masalah saat ini, hanya ada 500 orang yang akan diisolasi dan dicek PCR dua kali hingga dinyatakan sembuh oleh data, tapi bagaimana di luar sana yang asimptomatik? Nah itulah mengapa WHO memilih cara social distancing, home isolation, ataupun self isolation, untuk orang-orang seperti kita yang tanpa gejala dan misalkan dites hasilnya positif, tapi tidak tahu apakah dalam 14 hari ke depan akan negatif? Jangan-jangan kita menyebarkan virus ke orang-orang, makanya sudah ada penelitian bahwa masa inkubasi 14 hari, bahkan harus menunggu 14 hari lagi untuk memastikan, makanya menurut saya social distancing itu harus sabar karena tidak cukup hanya 14 hari, karena kita tidak tahu dalam 14 hari itu kita berkontak pada siapa saja. Makanya akan sangat tidak berguna apabila 14 hari ini bukannya benar-benar isolasi tapi justru kemana-mana, karena kita tidak tahu ketika kemana-mana bisa saja terinfeksi, tapi apabila memang butuh kemana yang penting social distancing. Kalau orang sembuh dari gejala saja bisa jadi menularkan virus juga, makanya di sini bukan soal sembuh dilihat dari gejalanya, tapi sudah hilang atau belum virus dalam tubuhnya.

11.  Ada beberapa pakar merencanakan terkait rencana "Herd Immunity" guna mengatasi virus corona. Kira-kira indonesia bakal berencana untuk melalukan herd immunity juga atau tidak karena saya mendengar rencananya pemerintah Indonesia akan mengarahkan ke herd immunity. Kemudian pertanyaan selanjutnya kira-kira apakah Herd Immunity memang bisa mengatasi virus corona tersbut?
Ø  Ini memang cukup menarik, konsep Herd immunity merupakan imunitas yang diprakarsai secara natural. Ini juga virus yang limiting disease yang sebenarnya bisa mati dengan imun yang kuat. Ketika dalam suatu komunitas yang memiliki imun ini banyak, maka akan membuat seperti imun komunitas. Makanya analoginya dalam 20 anak di suatu daerah, ketika 18 vaksin dan 2 tidak, 2 ini juga akan terlindungi seperti membuat tameng bersama masuknya virus dan bakteri. Lama-lama akan terbentuk Herd imunnity, imun kita akan belajar, semua akan terinfeksi asymptomatik ataupun tidak, namun ketika tidak ada social distancing dan lain sebagainya, konsekuensinya akan panjang. Kalau kita cuma bicara tentang Herd imunnity akan terlihat cukup menarik, dengan cost yang rendah, tidak perlu ada desinfektan, tidak perlu social distancing, tidak perlu ada lockdown, semua orang bisa bekerja, tidak perlu ada tes massal, tapi konsekuensinya cukup besar, karena ketika kita memberlakukan sistem itu, artinya kita membiarkan semua orang terserah semaunya termasuk respon masing-masing orang. Ada orang yang responnya sehat ketika terkena virus, ada yang responnya sakit ketika terkena virus. Ketika hanya satu banding dua saja yang terinfeksi, nantinya akan meningkat, dan kebutuhan orang dirawat akan tetap meningkat. Pertanyaannya, rumah sakit dan tenaga kesehatan kita siap tidak? ADP ada atau tidak? Fasilitas-fasilitas tambahan? Karena orang yang masuk rumah sakit ini tidak main-main, kita butuh ruang isolasi, tidak bisa masuk rumah sakit dan kelar begitu saja. Kita butuh ICU atau ventilator, sedangkan orang-orang di luar sana yang non Covid juga butuh ruang ICU. Ketika biasa saja banyak antrian belasan sampai dua puluh orang yang butuh ventilator, ditambah covid ini. Tidak hanya membuat orang meninggal dengan covid saja, tapi bisa juga membuat orang meninggal dengan penyakit lain. Jadi, berbicara tentang Herd imunnity ini tidak sesimpel yang dibayangkan. Belum kita berbicara tentang tenaga kesehatan, dan orang sakit yang overload, ketika tenaga kesehatan ikut tumbang, nantinya akan berkurang juga orang yang bisa merawat, karena tenaga kesehatan tersebut harus terlatih, dokter dan perawat yang sudah sertifikasi, residen yang sudah punya surat izin praktik, dan sebagainya, tidak semua orang bisa, dan ketika tenaga kesehatan tumbang siapa yang mau membantu selain daripada itu untuk merawat pasien. Saya juga melihat arah kebijakan ke sana, dengan Pak Presiden membeli obat-obatan yang ke arah kuratif, memang bukan seperti yang disepakati WHO, tapi bisa jadi salah satu alternatif saja, dan berdoa saja beliau serius dalam rencana tes massal, ketika tidak serius ya sama saja. Ketika negara mau lockdown tapi konsekuensinya yang cukup besar dan negara kita masih belum siap, tapi lebih tidak siap lagi ketika memaksa untuk Herd imunnity juga. Rumah sakit belum siap, dan masyarakat juga belum siap secara edukasi. Dan juga keseriusan pemerintah mengenai kebijakan social distancing ini juga belum terlihat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Menulis Artikel & Karya Ilmiah"

Bahaya Beli Bakso Pakai Plastik

Mengonsumsi Logam Apakah Berbahaya bagi Kesehatan?